Sudah Seminggu Pakai Headphone Ini, yang Bikin Saya Ragu

Awal Januari, setelah mendengar banyak hype di forum audio dan melihat iklan yang rapi, saya memutuskan membeli headphone over-ear baru: model X-Series yang menjanjikan ANC kelas atas, baterai 30 jam, dan suara ‘studio-like’. Saya penasaran. Saya butuh perangkat yang nyaman dipakai seharian—untuk meeting, editing podcast, dan perjalanan kereta ke kantor. Seminggu menggunakannya memberi jawaban yang campur aduk: ada aspek yang memukau, tapi juga beberapa hal kecil yang bikin ragu setiap kali saya menaruhnya di kepala.

Malam Pertama: Kesan Pertama vs Realitas

Malam pertama saya coba di apartemen, sekitar pukul 21. Suara unboxing selalu menyenangkan; bantalan terasa lembut, build solid. Saat menyalakan ANC untuk pertama kali, ada momen “wow” — kebisingan mesin AC lenyap, suara jalan redup. Musik piano yang biasanya terdengar datar kini punya ruang. Tapi ada juga hal yang langsung membuat saya mengernyit: sensasi clamp yang cukup kuat pada tulang rahang. Awalnya saya pikir itu hanya adaptasi, tapi di menit ke-40 saya merasakan tekanan di pelipis. Saya berhenti, memijat area itu, dan berpikir: apakah saya rela mengorbankan kenyamanan demi isolasi suara?

Hari-hari Kerja: Produktivitas vs Kelelahan

Pada hari kedua sampai kelima, headphone jadi bagian dari rutinitas kerja. Di kafe, ANC membantu fokus saat mengetik draft artikel panjang. Saat editing audio, detil mid dan high terasa jelas — vokal terpisah dari instrumen dengan rapi. Saya bandingkan dengan headphone lama saya menggunakan trek referensi yang sama; X-Series menang di detail, kalah di warmth. Saya lalu memanfaatkan app pendamping untuk menaikkan sedikit mid-bass. Perubahan sederhana itu membuat audio lebih enak untuk dengerin podcast dua jam non-stop.

Tapi ada trade-off: setelah sekitar empat jam pemakaian nonstop, kepala terasa pegal. Saya mulai melakukan jeda tiap 60-90 menit, kebiasaan yang sebelumnya tidak saya perlukan. Selain itu, mikrofon saat panggilan Zoom di kantor kurang konsisten. Dua kali rekan memberi tahu suara terdengar “datar” atau sedikit tertekan. Untuk pekerja remote yang butuh kualitas panggilan stabil, ini bukan sekadar nitpicking — itu berdampak pada percakapan penting. Saya mencoba men-switch ke mode transparansi. Fungsinya membantu saat ingin bercakap singkat tanpa melepas headphone, tapi kualitas mic tetap jadi poin minus.

Perjalanan dan Situasi Nyata: Uji Coba di Kereta

Pada hari keenam saya uji di situasi yang paling menuntut: commuter line jam 7 pagi. Kereta penuh. ANC benar-benar menahan frekuensi rendah—deru roda kereta hampir hilang. Itu momen yang membuat saya tersenyum. Namun, ketika pembicaraan pengumuman stasiun muncul, mode ANC kadang mengaburkan frekuensi vokal, dan beberapa kali saya melewatkan pengumuman penting. Di satu titik saya terpaksa melepas headphone untuk memastikan halte saya tidak terlewat. Itu contoh nyata di mana kecanggihan teknologi bertabrakan dengan kebutuhan praktis.

Di sela-sela percobaan, saya juga menyempatkan browsing tips perawatan bantalan dan kebersihan telinga — topik yang sering diabaikan. Sebuah artikel singkat yang saya temukan di apothekerome mengingatkan saya untuk rutin membersihkan bantalan dan memeriksa kebersihan telinga sebelum penggunaan lama. Saran kecil itu ternyata membantu mengurangi rasa gerah dan rasa “tertekan” di telinga pada hari ketujuh.

Kesimpulan: Beli atau Tunda?

Setelah seminggu, saya punya jawaban ambivalen. Dari sisi suara dan ANC, headphone ini impressive — sangat cocok buat creator yang editing audio dan pendengar yang mencari detail. Dari sisi ergonomi dan fungsi panggilan, ada kompromi yang nyata. Kalau Anda sering melakukan panggilan penting atau memakai headphone seharian tanpa jeda, saya sarankan mencoba langsung di toko dan perhatikan tekanan clamp serta kualitas mikrofon dalam kondisi riil.

Pembelajaran praktis dari pengalaman ini: teknologi tidak akan menyelesaikan semua masalah sekaligus. Sering kali kita harus memilih atribut yang paling penting untuk kebutuhan pribadi—suara, kenyamanan, atau keandalan panggilan. Untuk saya pribadi, X-Series bakal tetap di rak alat kerja, tapi tidak lagi jadi pilihan utama saat saya butuh kenyamanan sepanjang hari. Saya juga jadi lebih ketat dalam mengecek spesifikasi dan review mikrofon sebelum membeli berikutnya. Jika Anda ingin rekomendasi pengganti atau setting EQ yang saya pakai untuk menyesuaikan tonal, beri tahu—saya bisa kirim preset dan tips praktis berdasarkan referensi track yang saya gunakan.

Pengalaman ini mengingatkan saya sesuatu yang sederhana: uji coba nyata—bukan hanya angka di brosur—adalah satu-satunya cara untuk tahu apakah sebuah perangkat benar-benar cocok untuk rutinitas kita. Dan kadang, keraguan adalah sinyal yang baik: itu memaksa kita mencari solusi yang lebih cocok, bukan sekadar mengikuti hype.